Senin, 11 November 2013

Tuluskah?

Sudahkah saya berbuat baik hari ini? Jawabannya hingga pukul 10 lewat 12 menit ini... Belum. Yang ada hanya rutinitas sehari-hari dan pikiran yang berjalan-jalan. Sudahkah saya berbuat baik akhir-akhir ini? Mikir lagi.... berpikir keras..... Yah, sepertinya ada. Tuluskah?....emmmmm....mikir lagi. Kata pemuka agama dan ajaran guru, kalau mau berbuat baik harus tulus. Bisakah saya tulus dalam berbuat baik?

Saya pernah memberikan tumpangan ke seorang tante (mungkin usia 60an) karena saya kasihan melihat dia berjalan dengan tongkat. Dalam mobil dia berkata bahwa sebenarnya dia masih bisa bekerja gosok dan menyapu. Saya hanya diam dan menyelipkan sedikit uang kepadanya ketika dia hendak turun. Pikir saya kasihan. Saat itu - tulus. Mungkin hanya sekali ini berjumpa dengannya.

Sejak Richard sekolah pagi, saya sering belanja sekitar sekolahnya dan ternyata tante ini sering ada di pasar itu juga setelah beribadah pagi. Kala itu, saya memberikan  sedikit bantuan, saya pikir kasihan, seorang diri tidak menikah, berjalan begitu jauh. Saya antarkan juga sampai di rumahnya. Masih tulus ingin membantu.

Hingga suatu ketika ketika saya sedang menunggu antrian tukang jamu di pasar, tante menghampiri saya. Saya tawarkan untuk minum jamu, tante menjawab "ga mau jamu, mau goban aja" - kala itu saya sedang membuka dompet untuk membayar jamu, dan memang ada uang lima puluh ribu terselip di dompet saya. Saya sempat terkejut saat tante berkata demikian, dalam diam saya tarik lembaran itu dan memberikan kepadanya. Dan tante itu pun berlalu. Tukang jamu sampai tertawa dan nyeletuk " ga mau jamu, mau goban saja yah Ci..". Tuluskah saya saat itu? mulai mikir.....

Hari berganti hari, sering kami berpas-pasan di pasar, saat minum jamu, tante datang menghampiri, atau ketika berbelanja tante menunggu dalam diam. Saat masih ada uang sisa belanja, saya berikan, tapi ketulusan telah memudar. Minggu lalu, kaca mobil saya sempat diketuk, saya tidak berkata apa-apa dan hanya pamit mau pulang. Dia hanya tersenyum. Kemarin tante ini yang menghampiri saya, dan menunggu dalam diam. Menyadari diri saya tidak lagi tulus dalam memberi, saya mengurangi jumlah yang saya berikan. Berharap agar tante tidak lagi seperti ini.Tukang sayur langganan nyeletuk, "Dah jadi kebiasaan atuh Ci..." 

Berapapun yang saya beri, bahkan ketika saya juga tidak memberi, tante tetap tersenyum. Ada sedikit perasaan bersalah ketika saya naik mobil, dan membiarkannya berjalan. Tetapi ada perasaan yang mengganjal ketika setiap ke pasar dan bertemu dan disapa olehnya, rasanya sapaan itu penuh makna. Membuat saya dag-dig-dug. Hahaha. 

Dalam hati saya ingin membantu, tapi ketika membuat diri seseorang menjadi 'greedy' saya rasa itu bukan hal yang baik. Atau saya yang sudah tidak tulus - hingga mencari celah sisi negatif dari tante? Maafkan saya Tante.

Hingga hari ini saya belum berani mengatakan isi hati. Haruskan saya berterus terang agar tante tidak lagi berharap seperti ini? Menghindari bukan hal yang baik. Saya menyadari yang muncul malah perasaan buruk akan diri sendiri. Tidak seharusnya begitu kan ketika kita ingin berbuat baik? Harusnya perasaan ringan yang muncul, harusnya perasaan baik yang muncul.

Dua kali saya menyadari, niat baik saya ternyata berakhir tidak tulus. Bermaksud menjadi membantu ternyata malah berakhir tidak baik. Mengamati pikiran sendiri ternyata begitu bias. Menulis akan hal ini, adalah bentuk instropeksi diri. Memberikan bantuan jangan perhitungan, kalo sudah perhitungan lebih baik jangan memberi dulu, karena tidak tulus. Hahaha.... Makin ngaco nih....

_________________________________________________________________________________
Sedikit sharing dari teman, dalam Buddhisme, ada istilah pelimpahan jasa, jadi ketika saat kita berbuat baik, kita bisa melimpahkannya kepada orang-orang yang kita cintai. Caranya? ketika saat kita melakukan satu perbuatan baik, kita bayangkan secercah sinar putih masuk ke dalam tubuh orang yang kita sayangi sembari berdoa di dalam hati. Terbukti berhasil atau tidak? mungkin sama halnya dengan kita mendoakan orang yang kita sayangi. Apapun yang terjadi tidak terlepas dari karma masing-masing.

"terlepas apakah hal tersebut disengaja atau tidak disengaja, sekecil apapun juga keburukan yang dilakukan akan menghasilkan keburukan. Sekecil apapun juga kebaikan yang dilakukan akan menghasilkan kebaikan. Ini hukum alam yang tidak terbantahkan.", dikutip dari buku Enjoy dalam Dharma (semalam bersama lama Dharmavarja), Heru Suherman Lim dan Kelvin Islan, 2010.





Senin, 28 Oktober 2013

A Short Ride

Pada suatu saat, saya bertanya kepada teman-teman saya dalam komunitas. Bagaimana menjadikan hidup lebih berarti? Seketika berakhir pada kesimpulan yang menyatakan bahwa saat sedang jenuh-jenuhnya menjalani rutinitas sehari-hari. Kemudian ada teman yang bertanya, "Pernahkan kamu merasakan, setelah membantu orang perasaan kita menjadi lebih ringan?"...

Dulu ketika masih bekerja di Sentul saya sering menebeng mobil teman saya. Pernah sekali saya harus menunggu di turunan jalan layang depan Untar. Saya mengira-ngira jarak dari Apartemen Mediterania hingga kesana cukup dekat, jadi saya berpikir untuk jalan kaki saja sekalian olah raga pagi. Ternyata di tengah jalan baru merasakan bahwa jaraknya cukup jauh dah melelahkan. Hp berbunyi menandakan teman saya sudah hampir tiba, dan sebenarnya meeting point kami mobil tidak boleh berhenti jadi kemungkinan besar jika saya belum sampai, mungkin dia akan jalan terus. Ketika mencapai bawah jembatan layang depan CL, tanpa pikir panjang saya mencegat seorang bapak berbaju seragam tentara yang kebetulan naik motor, saya langsung nodong "Pak saya ikut yah". Langsung naik di boncengan belakang tanpa memakai helm. Bapaknya santai aja saya nebeng. :D Tiba di depan Untar, si Bapak berhenti dan saya turun. Saya mengucapkan "Terima kasih banyak, Pak". Si bapak tersenyum sambil melaju dengan motornya. Langsung saya buru-buru menyebrang ke meeting point dan pas teman saya baru saja tiba. Setelah tenang, dalam hati saya berkata. "Untung ada si Bapak". Hahaha.

Tinggal di Jakarta yang macet membuat setiap keluarga (terutama menengah ke atas) minimum harus memiliki 2 kendaraan (pendapat pribadi saya). Kendaraan apa saja, entah dua motor, dua mobil atau satu motor-satu mobil. Tidak percaya? Coba lirik tetangga kanan kiri kita. Walaupun ingin go green, kondisi juga yang memaksa di rumah menggunakan dua mobil. Suami satu untuk berangkat bekerja dan saya satu untuk mengantar-jemput anak sekolah atau keperluan sehari-hari. Saat ini kami sekeluarga tinggal di rumah yang bukan terletak di jalan utama. Butuh 3 menit dengan berkendara atau mungkin 15 menit dengan berjalan kaki dari jalan utama untuk sampai ke rumah. Ketika anak mulai sekolah, saya semakin sering bolak-balik untuk mengantar dan menjemputnya.

Saya masih ingat pelajaran moral yang pernah guru saya ajarkan ketika bangku sekolah, beliau mengatakan yang kira-kira seperti ini intinya, "Ketika kita berkendara, jika melihat orang yang sedang berjalan kaki, boleh kita menawarkan tumpangan apabila searah". Ya, kurang lebih seperti itu yang saya ingat.

Kira-kira 2 tahun yang lalu, ketika berkendara pulang ke rumah, saya melihat segerombolan biarawati yang sepertinya menunggu jemputan atau kendaraan umum. Teringat ajaran sang Guru, dan kebetulan saat itu di dalam mobil hanya saya, Richard dan mbaknya. Masih banyak kursi kosong, jadi saya berhenti dan menanyakan,

"Sus mau kemana?"
"Mau ke Green Garden", 
"Naik apa? "
"Ini nunggu taxi."
"Yuk, saya antar!"

Mereka berembuk sebentar, dan mungkin kelamaan menunggu taxi yang tak kunjung tiba, akhirnya suster-suster berdesak-desakan dalam mobil yang kukendarai. Sembari mengobrol dalam kendaraan, akhirnya tiba di Green Garden, dan mereka berterima kasih dan mengucapkan, "Tuhan memberkati". Itu pertama kali saya memberi tumpangan kepada orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Perasaan ringan yang disebut-sebut temanku memang benar adanya, walaupun hanya sesaat.

Pernah suatu siang yang terik ketika melewati daerah Puri, saya melihat satu keluarga (salah satu ibunya menggunakan tongkat) yang berjalan perlahan di pengkolan PX Pavilion (saat ini Mc D) mengarah ke Puri Mall. Sepertinya mereka mencari taxi karena sebentar-sebentar melirik ke belakang. Saya menawarkan tumpangan dan mereka menerima tumpangan saya. Mereka mengatakan cukup sampai di Puri Mall dan dari situ mereka bisa lanjut dengan taxi. Dan ya memang sejauh itu saya mengantar mereka karena tujuan saya juga Puri Mall. Tidak ada hal spesial apapun yang terjadi ketika saya menawarkan tumpangan, obrolan hanya sebatas menanyakan tinggal dimana dan ucapan terima kasih. Itu sudah cukup. Perasaan menjadi ringan? Iya.

Hal ini mengalir hingga sekarang. Ketika melihat orang berjalan terutama orang tua, saya sering menawarkan tumpangan apabila searah. Banyak reaksi yang saya dapatkan. Ada yang langsung naik ke mobil, ada yang mikir dulu baru naik, ada yang menolak dengan halus atau dengan ekspresi yang tidak yakin terhadap tawaran saya. :) -Jangan-jangan modus kejahatan- (Mungkin begitu pikirnya). Pernah menawarkan tumpangan kepada bapak-bapak tua, ada yang dari dalam gang rumah hingga ke jalan raya, ada yang dari belakang Citraland ke halte busway. Biasanya bapak-bapak hayo waelah, naik tanpa berpikir panjang. Beda dengan ibu-ibu, biasanya yang mikirnya panjang dak tidak jarang berakhir dengan penolakan halus. Hahaha. Wajar saja sih. Tidak ada salahnya untuk berwaspada. Dulu ketika masih kuliah di Bandung dan sedang menunggu angkot bersama teman saya dekat Cipaganti, tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan dari balik jendela seorang pria menawarkan tumpangan. Tetapi karena maraknya pemberitaan kriminal saat itu, kami menolak dengan halus. So, no hurt feeling ketika saat ini ada yang menolak tawaran saya. 

Perasaan ringan yang dikatakan teman saya memang benar adanya. Menuliskan tentang hal ini, saya tidak bermaksud pamer atau apapun, karena yang saya lakukan hanya hal yang kecil - bantuan kecil karena kebetulan searah. Sejujurnya yang tidak ada alasan khusus saya menawarkan tumpangan, hanya membayangkan mungkin ada saat-saat dimana orang tua atau orang yang saya kasihi atau bahkan saya di suatu saat membutuhkan tumpangan, dan akan ada yang memberikan tumpangan (Seperti pengalaman saya sebelumnya). Kalau hujan apalagi, berjalan kaki, ada genangan air, mobil or motor lewat dengan kecepatan tinggi, alhasil basah seluruh badan. Saya pernah mengalaminya sekujur tubuh basah semua diciprat genangan air oleh kendaraan yang melaju cepat, padahal saat itu sedang terburu-buru. Dari pengalaman itu sedapat mungkin ketika hari hujan atau melewati daerah genangan air, saya berusaha menurunkan laju kendaraan.

Richard sepertinya juga sudah terbiasa jika mamanya tiba-tiba meminggirkan mobil dan menawarkan tumpangan pada orang tak dikenal. Saat menjelaskan kepadanya, saya hanya bilang kasihan Bapak/Ibu itu harus capek jalan di kala siang yang terik atau hujan. Enggak tau deh dia mengerti atau tidak. Menceritakan kepada suami, suami berpesan untuk berhati-hati. Jangan sampai membahayakan diri. Bisa dimengerti.

Ingin menjadikan hidup sedikit lebih berarti? Luangkan waktu untuk melihat ke sekeliling. Ladang berbuat baik ternyata bisa dimana saja. Bahkan di jalanan yang sehari-hari kita lewati. Barangkali ada kesempatan berbuat baik. Dan yang mungkin akan menjadikan hidup lebih berarti dengan cara yang tidak biasa. :)

Rabu, 23 Oktober 2013

"Me Time"

Istilah me time baru saya kenal sejak saya menjadi seorang ibu. Sebelumnya ketika menonton acara The Nanny versi USA ataupun UK, saya sedikit sinikal. Sebutuh itukah seorang ibu terhadap me time ini? Hehehe. Ternyata me time bisa berpengaruh dalam hidup seorang FTM (full time mom) seperti saya.

Dengan menjadi Ibu (dalam hal ini sebagai FTM), banyak hal yang berubah secara otomatis tanpa wanti-wanti terlebih dahulu. Bener loh...Menurut Sarah Napthali dalam bukunya Buddhisme untuk Para Ibu, " Para ibu dari anak-anak yang masih kecil menjalani kehidupannya seorang diri. Dalam kehidupan kita sebelum menjadi seorang ibu, baik ketika bekerja atau menuntut ilmu, kita mungkin memiliki suatu komunitas orang di sekitar kita, termasuk juga teman-teman di sekeliling kita yang selalu siap untuk diajak berbagi kesedihan atau bercanda mengenai kesulitan kita. Tetapi saat telah menjadi ibu, teman lama dan keluarga kita bisa jadi tidak memahami kita, mungkin karena belum memiliki anak atau mungkin tantangan yang dihadapi berbeda." 

Ketika berkumpul bersama sahabat lama saya yang juga memiliki anak (saya membawa kedua anak saya dan teman saya juga membawa anaknya) , bisa disimpulkan bahwa tidak ada waktu bagi kami untuk bisa benar-benar berbicara dan benar-benar mendengar. Ada saja gangguan dari anak-anak kami, anak saya yang manjat-manjat, si bungsu yang minta gendong, atau anak teman saya yang sedang excited menjatuhkan barang. Haha. Padahal dulu ketika sama-sama belum memiliki anak, segala bentuk curcol bisa diobrolin dengan santai or bahkan bisa hang out bareng. Peran Ibu memaksa para wanita untuk memasuki gaya hidup yang baru. :p

Jika mengingat kembali masa lalu saya dan peran Mama dalam hidup saya, kusadari bahwa mamaku seorang yang luar biasa. Dengan memiliki 3 anak yang jaraknya cukup berdekatan, seingatku Mama tidak pernah menuntut me time. Saat kami masih kecil Papa sering bekerja keluar kota, alhasil Mama yang mengurus kami semua. Rasanya tidak pernah Mama mendapat hari bebas untuk ke salon atau shopping sendiri atau bersama teman-temannya saja. Kami tiga bersaudara selalu bergelayutan di tangannya, tanpa asisten rumah tangga. Masih teringat dalam benakku, saat berbelanja kami bertiga diboyong serta walaupun naik kendaraan umum. Mama memangku adik kedua dan saya memangku adik bungsu. Saat di toko pun saya masih ingat saya dan adik-adik sering menggerutu karena capek berjalan dan berdiri.

Sejak kami mulai bersekolah, Mama yang bangun paling pagi untuk menyiapkan sarapan dan segala sesuatunya. Pada malam haripun, mungkin Mama yang tidur paling larut setelah yakin anak-anaknya tertidur lelap atau mungkin Papa?hehehe. Saya yakin itu berlangsung hingga Adik terkecil saya lulus SMA. Saat ini anak sulung saya juga mulai bersekolah. Seiring hari saya memcoba mempersiapkan fisik dan batin saya untuk bisa seperti Mama. Mama tidak pernah mengeluh pada kami. Kepada Papa? ga tau jg yah...Mama sedang me time? saya tidak ingat bahwa hal itu pernah ada. Seakan-akan totalitas hidupnya adalah untuk keluarga.

Saya masih jauhhhhhhh dibawah Mama. Seringkali di saat-saat drop dimana anak-anak mulai cranky, emosi memuncak didalam hati, rasa lelah yang luar biasa (mungkin saya terlalu lebay), rasa jenuh karena berkutat pada hal yang sama membuat diri saya menjadi buruk dengan sendirinya. Suami menjadi tempat curahan hati dan membiarkan saya menikmati me time. Banyak hal yang bisa kita lakukan kalau 'me time"; ke salon memanjakan diri, shopping, nonton film, atau hang out dengan teman. Berhasilkah pada diriku? Untuk sesaat iya, tapi bukan untuk jangka panjang. Yang ada malah menghabiskan uang yang tidak sedikit karena saya termasuk impulse buyer dan impulse eater. Haha. Me time seperti itu menurut saya hanyalah tombol refresh untuk diri saya, selanjutnya? Hidup mungkin akan berputar dalam lingkaran yang sama lagi.

Life must go on.

Saat ini "Me time" yang sering saya lakukan adalah membaca, mencoba mengamati pikiran dan baru-baru ini mencoba menyalurkannya lewat blog ini. Menulis seperti ini menjadi saat-saat me time yang saya nikmati. Ketika anak-anak tertidur, yang berjalan hanyalah pemikiran saya dan jemari diatas tombol keyboard. 

Menjalankan peran seorang ibu memang gampang-gampang susah. Ada yang bilang "Being a Mother is a endless and unpaid job". Bisa jadi benar. Saya pernah membaca quote: "Once you became a mother, you'll always be a mother." Keterikatan emosi kita terhadap anak kita mungkin yang membuat kita susah untuk lepas dari peran ini. (Cari gara-gara sendiri donk?) hahaha. I'd made my self clear. Menjadi seorang ibu adalah berkah, mengajarkan saya akan arti cinta tak bersyarat. Walau hari-hari yang dilalui tak selalu mulus, tapi bisa menjadi indah. Tergantung bagaimana saya mau menanggapinya. Secara positif atau negatif. Bagaimana dengan moms yang lain? :)
















Sabtu, 19 Oktober 2013

"Memantaskan Diri"

Manusia melihat dengan mata, mendengar dengan telinga. Tingkah laku dan sifat manusia dapat dianalisa dengan kedua indra tersebut. Kata para ahli, pria suka dimanja lewat mata dan wanita suka dimanja lewat telinga. Benarkah demikian? Kalau saya sih suka dimanja lewat mata dan telinga. :)

Baru-baru ini topik ini 'panas' dibicarakan dalam group komunitas yang saya ikuti. Bagaimana mencari jodoh? Bagaimana menjaga keutuhan rumah tangga?

-----------------------------------------------
Untuk urusan mencari jodoh, teman-teman pun mulai sharing. Kalo boleh saya rangkum, AAC, Appearance, Attitude and Chemistry.

1. Appearance : Penampilan nomor 1, intinya mata lawan jenis yang harus dibuat tergoda untuk melirik apabila ingin mencari pasangan. Wajah dan tubuh terawat, pilihan gaya berpakaian yang menarik menjadi faktor penting.

2. Attitude : Tingkah laku, cara berjalan, berbicara, manners. Hal ini biasanya mencerminkan latar belakang seseorang. Kata teman saya, tidak perduli seorang wanita secantik apa, apabila attitude-nya ngasal yah illfeel liatnya...hehehe....Masuk akal. Coba bayangkan -- cewek cantik ngupil di depan umum dengan serunya or cowo ganteng liat tikus langsung terbirit-birit naik ke atas kursi...kayanya ga banget dehhh...

3. Chemistry : ini urusan hati -- susah dijelaskan...seperti zsa-zsa zsu-- dari Sex and the City. That kind of feeling.
(http://www.urbandictionary.com/define.php?term=zsa%20zsa%20zsu)

Sebenarnya 3 hal ini bukan hal yang mutlak sih...Kadang kita menemukan pasangan-pasangan yang membuat kita amazed yang membuat kita bertanya dalam hati "Kog bisa yah si A dengan si B, si beauty dengan si beast? Bahkan terkadang udah bikin judgement sendiri. Kurang bijak yah sepertinya kalo mengingat pribahasa Don't jugde the book by its cover. Bagi saya, manusia itu makhluk sosial yang misterius. ;D

---------------------------------------------

Pernikahan bahkan lebih kompleks. Pernah mendengar, "menikah itu gampang tapi bagaimana menjalankan pernikahan agar selalu utuh, butuh perjuangan"?. Kesamaan visi dalam membina keluarga, segala yang berhubungan dengan lahir dan batin, dan berbagai faktor lainnya mempengaruhi. Saya coba sharing yang teman saya katakan; memantaskan diri.

Kata teman saya, appearance itu tetap penting. Ada kebiasaan setelah berumah tangga- kita baik pria dan wanita cenderung ngasal berpenampilan di depan pasangan, contohnya: berpakaian seenaknya. Padahal menurutnya, mata kita ingin dimanjakan dengan yang indah. Benar juga. Baru-baru ini saya sarapan pagi di sebuah rumah makan, sepasang suami istri datang (kelihatannya sih sama-sama belum mandi). Saya perhatikan sang suami memakai baju yang cukup lusuh, di rambut sang istri ada trend masa kini - koyo rambut (penahan poni sebelumnya hanya digunakan pada saat make-up sekarang sudah beragam jenisnya) berbentuk kotak berwarna kontras dengan rambutnya. Bagi saya, koyo rambut tersebut berada di tempat yang benar (kepalanya) tetapi di waktu yang salah (di tempat umum). ;p

Saya sendiri juga pernah memakai kaos rumahan ke mall dan memang bukan hal yang pantas setelah saya ingat-ingat. Kalau ke pasar perumahan lebih seru lagi, banyak manusia yang bisa membuat hati kita tergelitik untuk bikin judgement. Ada yang dandanan dan sasakan 5 centi, ada yang pake daster. Satu hal yang bisa saya ambil contoh, sekarang saya giat minum jamu tradisional yang dijual di pasar itu, sebenarnya banyak mbo jamu keliling yang melewati rumah, tapi tetep saya bela-belain ke penjual jamu ini. Yang membuat saya merasa nyaman membeli darinya karena penampilannya yang bersih dan dengan itu saya menjadi yakin jamunya bersih dan higienis. Sekali lihat langsung nampol... Ternyata simple yah dari mata turun ke hati, duit keluar lebih mahal pun rela...haha...

Temanku yang lain mengatakan, "memantaskan diri" mencegah orang lain berpikir buruk tentang kita. "Memantaskan diri" juga merupakan wujud penghargaan kepada diri kita sendiri dan orang sekitar kita. "Memantaskan diri" bisa meng-upgrade diri kita lho...Demikianlah adanya.

Nah, mari bersama-sama kita "memantaskan diri". :)





ps. thanks to temen-temen Kompor untuk sharingnya.

Kamis, 17 Oktober 2013

Rasa Syukur

Sharing sedikit mengenai rasa syukur.

Kehamilan adalah hal yang menakjubkan, melelahkan sekaligus mendebarkan. Rasa senang ketika sang janin bergerak di dalam perut, melelahkan bahwa bobot tubuh bertambah dan mendebarkan ketika kita bertanya-tanya seperti apa rupanya kelak.


Kehamilan kedua sempat tanpa sengaja memecahkan barang, dan menggeser perabot. Hal ini biasanya disebut pamali. Dalam hati udah amit-amit dan berdoa semoga bayi baik-baik saja tanpa kekurangan atau cacat apapun.

Akhirnya hari persalinan pun tiba, dengan operasi Caesar, ketika sang bayi telah dibersihkan dan diukur, dokter anak memperlihatkan sang bayi sekilas kepada saya dalam bungkusan selimut, semua tampak normal, saya juga sempat menanyakan keadaan bayi kepada dokter, "Normal semua kan, Dok?" Dokter mengiyakan.

Menunggu dipindahkan ke ruang rawat inap, saya sempat bertemu suami. Kata suami ada daging lebih di pipi bayi kami, cukup mengganggu katanya. Dalam hati saya sudah was-was.
Ketika sudah dipindahkan ke kamar rawat, sang bayi akhirnya didorong masuk ke dalam ruangan. Kami semua bersuka cita kehadiran anggota keluarga baru kami. Kami menamakannya Audrey Mikaela Casterine. Saya melihat wajahnya. Ada 2 daging lebih seukuran kacang hijau. Secara estetika memang cukup mengganggu karena adanya di wajah mungil Audrey. Dua hari di rumah sakit selalu bertanya-tanya dalam hati, apa yang sudah kulakukan ketika hamil sehingga bisa begini, dilahirkan dengan 'kelebihan". Ada rasa sedih dan sesal dalam hati.


Dua hari kemudian di ruang laktasi, saya melihat seorang suster memberikan susu kepada bayi dan ditemani ibu si bayi. Pemberian susu dibantu dengan selang. Dalam pikiran saya mungkin si bayi tidak bisa menyusu dengan botol. Ketika si bayi selesai diberi susu dan digendong untuk disendawakan, saya melihat sekilas bayi tersebut yang tangannya dipakai tag berwarna pink (yang menandakan anak perempuan). Ya Tuhan....bibir atas anak tersebut tidak ada. Aku terdiam sesaat. Ibunya tetap tabah dan penuh kasih sayang menyayangi anaknya.Mungkin sang ibu merasakan kehadiran saya dan mencoba mengobrol dengan saya, " Iya sumbing, kata dokter baru bisa operasi setelah 6 bulan". Berusaha tampak biasa saja saya juga bilang "Iya, anak saya juga baru habis operasi, ada daging tumbuh" (Suami dan saya setelah berkonsultasi dengan dokter bedah memutuskan untuk membedah daging lebih tersebut). Ngobrol-ngobrol sekilas akhirnya ibu beserta bayinya kembali ke ruang rawatnya.Dalam keheningan sambil terus menyusui saya menatap Audrey, berdoa dan bersyukur dalam hati. 


Saat ini Audrey memasuki usia 4 bulan, tumbuh sehat, ceria dan murah senyum. 



Bekas operasi walau masih ada, tapi tidak terlihat begitu jelas. Mungkin kelak ketika dia besar aku akan sering mengulang kisah ini, untuk mengingatkan untuk selalu bersyukur. :)

Be grateful.

Gadget in My Life

Tiga hal yang berhubungan dengan teknologi yang cukup memberi dampak dalam hidup saya: Internet, Facebook dan smart phone. 

Facebook diluncurkan tahun 2004 (saya baru menggunakannya sekitar tahun 2006) dan sepengetahuan saya smart phone mulai booming sejak tahun 2008/2009 (saya baru menggunakan BlackBerry tahun 2010) ketika provider-provider unggul di Indonesia mulai meluncurkan paket-paket murah, Blackberry mulai menjadi salah satu kebutuhan utama kalangan menengah ke atas. Komunikasi menjadi semakin mudah dan menjadi candu. Apa yang kita lakukan ketika bangun pagi dan menjelang tidur? Ketika berpergian, hal apa yang tidak boleh kita lupakan? Masing-masing punya jawabannya.

Tidak sedikit group komunitas mulai terbentuk. Saya salah satu yang merasakan manfaatnya. Perkenalan yang dimulai dari milist berujung di group BB. Manfaat positifnya; saya dapat menjalin pertemanan dan saling tukar informasi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari saya sebagai seorang istri dan ibu. Pertemanan itu berlanjut hingga sekarang sejak 2010.

Baru-baru ini, saat membahas tentang social media, teman saya mengatakan "Ketika kita tertimpa masalah, yang kita lakukan sekarang bukan berdoa lagi, melainkan update timeline." Demikian adanya. Saya termasuk salah satu yang sering mengupdate status saya. Ketika senang, sedih, marah, kecewa - semua emosi dapat terbaca dari status BB/Facebook. Bijakkah demikian? hehehe - pertanyaan yang bodoh yah! Dan apabila diperhatikan, biasanya yang 'rajin' update status itu adalah kaum hawa. ;P

Senang rasanya membaca status/timeline teman apabila isinya bermanfaat, tapi apabila isinya yang aneh-aneh, cacian, tumpahan kekecewaan dan kekesalan, kemarahan kepada pasangan atau anggota keluarga atau teman..., rasaya gimana gitu. Komunikasi langsung untuk menyelesaikan masalah yang muncul dihindari, dan komunikasi tak langsung yang dapat diketahui khalayak ramai digunakan. Hehehe..Apa yang didapat? Perhatian dari teman yang mungkin bisa memberikan jalan keluar yang baik, or sebaliknya semakin memperkeruh masalah?

Mungkin banyak yang sudah pernah mendengar pernyataan yang berkaitan dengan perkembangan gadget saat ini, "Mendekatkan jauh dan menjauhkan yang dekat". 
Coba perhatikan di restoran, dimana sebuah keluarga berkumpul, jarang rasanya melihat keluarga yang benar-benar 'hadir', biasanya sibuk menundukkan kepalanya bermain gadget, or sibuk mengetik. Ketika melihat manusia-manusia di meja lain seperti itu saya seperti bercermin. Haha. Beragam karikatur, iklan layanan masyarakat yang muncul menyentil kehidupan sosial saat ini. Salah satu yang saya sukai adalah iklan Disconnect to Connect, yang dibuat oleh DTAC Thailand, ngena banget!

Sisi positif dan negatif muncul, sejauh kita bisa memprioritaskan hal yang penting dalam hidup kita, dan pintar membagi waktu, mungkin semua bisa seimbang. :)

Minggu, 13 Oktober 2013

Jakarta Car Free Day

Sejak tahun 2006 bermukim di Jakarta, baru kali ini saya mengikuti Jakarta Car Free Day. Keinginan untuk menghirup udara bebas polusi di pagi hari di tengah gedung-gedung pencakar langit selalu ada, tapi ada saja alasan yang akhirnya berujung di tempat tidur, entah semalaman begadang, capek, tapi the main reason adalah malas bangun pagi.

Akhirnya minggu lalu (6/10), terwujudlah keinginan kami untuk ikut merasakan Jakarta Car Free Day. Dengan alarm pagi dari art (asisten rumah tangga) karena biasanya alarm handphone tidak pernah digubris, kami pun bersiap-siap dengan penuh semangat. Namanya baru pertama kali, persiapannya heboh; termos minum gede, bekal sandwich-- semua dibawa -- padahal sepanjang jalan banyak yang jual air mineral, minuman isotonik, minuman kemasan hingga es tradisional, untuk makanan jangan ditanya, segala jenis makanan gerobak kupat tahu, kerak telor, ketoprak, hingga makanan cepat saji dan gerai kopi internasional tersedia di sepanjang track Jakarta car free day. 


Richard terbangun ketika kami mencapai tempat parkir di kawasan Sarinah. Suara musik khas Betawi nyaring terdengar, Ondel-ondel besar yang bergoyang sambil membawa kaleng cat bekas untuk saweran, kawanan manusia yang berjalan, berlari dan bersepeda melintas di depan kami. Kamipun mengikuti arus dengan mendorong sepeda dan stroller. 


Melintasi Bundaran HI, tak lupa kami berfoto. Hahaha..lagi-lagi lebay. 

Audrey tertidur pulas dalam strollernya diselimuti sinar hangat matahari pagi. Richard bersemangat dengan kostum Angry Birdnya. Duo gendut yang berharap kaos hitam dapat membuat kami kelihatan lebih ramping. 

Banyak orang yang berkumpul dan bersantai di Bundaran HI, ada anak-anak yang bermain air, ada yang  bermain gelembung, ada juga yang membawa ular sanca besar yang mungkin disewakan untuk berfoto bersama, ada pedagang asongan, pasangan muda mudi, dan keluarga yang berleha-leha menikmati udara pagi



 Jarang rasanya bisa berdiri di tengah air mancur yang menghabiskan dana cukup banyak ini, saya pun mengajak Richard untuk berfoto.

Hari itu juga bertepatan dengan kegiatan Yoga In The City yang pertama kali diadakan, yang katanya tercatat di MURI dengan jumlah peserta yang banyak.


Pagi yang hangat, dengan wajah-wajah manusia yang rata-rata bersemangat dan ceria agak jarang saya temui di keseharian saya. Biasanya wajah-wajah manusia yang lelah dan bosan akan rutinitas yang saya temui.

Hal-hal yang positif mulai menyebar di ibukota ini. Kegiatan Marathon in the City or in the Building mulai marak, Fun Walk di mall, Marathon malam, Fun Bike sering terdengar di radio dan banyak infonya di surat kabar. Sebuah epidemi yang sehat dan berbeda dibanding berakhir pekan di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta.

Keep Healthy and Be Happy!

Semoga kota ini akan terus berkembang ke arah yang positif :)


Nama, Arti dan Harapan.

Lama tidak menulis, bahkan lupa akan blog ini. 
Keseharianku sekarang disibukkan oleh hadirnya anggota baru dalam keluarga. Seorang bayi perempuan mungil. Kami menamakannya Audrey Mikaela Casterine

Memilih nama bukan hal yang gampang, secercah harapan tersirat di dalamnya. Kepada buah hati kami, kami doakan yang terbaik untuk mereka.



Audrey Mikaela Casterine

Audrey berarti kuat dan agung (saya suka karakter penulisan nama ini - tidak terlalu feminin)  

Mikalea merupakan bentuk feminin dari Michael yang berarti pemberian Tuhan, 
Casterine bentuk feminin dari nama belakang ayahnya Caster.
Seorang anak perempuan, pemberian dari Tuhan dan alam semesta yang kami harap akan tumbuh menjadi anak yang kuat dalam menjalani hidup ini. 

Kepada anak sulung kamipun menaruh harapan.


Richard Orlando Casterson

Richard berarti Penguasa yang kuat dan kaya, 
Orlando; termashyur di seluruh dunia,
Casterson yang berarti anak laki-laki dari Caster.
Seorang keturunan laki-laki Caster yang diharapkan dapat menjadi penguasa yang kuat, kaya dan termashyur di seluruh dunia.

Lebay yahhhhhh.... hehehe.... tapi demikianlah harapan kami sebagai orang tua kepada anak-anak kami.