Pada suatu saat, saya bertanya kepada teman-teman saya dalam komunitas. Bagaimana menjadikan hidup lebih berarti? Seketika berakhir pada kesimpulan yang menyatakan bahwa saat sedang jenuh-jenuhnya menjalani rutinitas sehari-hari. Kemudian ada teman yang bertanya, "Pernahkan kamu merasakan, setelah membantu orang perasaan kita menjadi lebih ringan?"...
Dulu ketika masih bekerja di Sentul saya sering menebeng mobil teman saya. Pernah sekali saya harus menunggu di turunan jalan layang depan Untar. Saya mengira-ngira jarak dari Apartemen Mediterania hingga kesana cukup dekat, jadi saya berpikir untuk jalan kaki saja sekalian olah raga pagi. Ternyata di tengah jalan baru merasakan bahwa jaraknya cukup jauh dah melelahkan. Hp berbunyi menandakan teman saya sudah hampir tiba, dan sebenarnya meeting point kami mobil tidak boleh berhenti jadi kemungkinan besar jika saya belum sampai, mungkin dia akan jalan terus. Ketika mencapai bawah jembatan layang depan CL, tanpa pikir panjang saya mencegat seorang bapak berbaju seragam tentara yang kebetulan naik motor, saya langsung nodong "Pak saya ikut yah". Langsung naik di boncengan belakang tanpa memakai helm. Bapaknya santai aja saya nebeng. :D Tiba di depan Untar, si Bapak berhenti dan saya turun. Saya mengucapkan "Terima kasih banyak, Pak". Si bapak tersenyum sambil melaju dengan motornya. Langsung saya buru-buru menyebrang ke meeting point dan pas teman saya baru saja tiba. Setelah tenang, dalam hati saya berkata. "Untung ada si Bapak". Hahaha.
Tinggal di Jakarta yang macet membuat setiap keluarga (terutama menengah ke atas) minimum harus memiliki 2 kendaraan (pendapat pribadi saya). Kendaraan apa saja, entah dua motor, dua mobil atau satu motor-satu mobil. Tidak percaya? Coba lirik tetangga kanan kiri kita. Walaupun ingin go green, kondisi juga yang memaksa di rumah menggunakan dua mobil. Suami satu untuk berangkat bekerja dan saya satu untuk mengantar-jemput anak sekolah atau keperluan sehari-hari. Saat ini kami sekeluarga tinggal di rumah yang bukan terletak di jalan utama. Butuh 3 menit dengan berkendara atau mungkin 15 menit dengan berjalan kaki dari jalan utama untuk sampai ke rumah. Ketika anak mulai sekolah, saya semakin sering bolak-balik untuk mengantar dan menjemputnya.
Tinggal di Jakarta yang macet membuat setiap keluarga (terutama menengah ke atas) minimum harus memiliki 2 kendaraan (pendapat pribadi saya). Kendaraan apa saja, entah dua motor, dua mobil atau satu motor-satu mobil. Tidak percaya? Coba lirik tetangga kanan kiri kita. Walaupun ingin go green, kondisi juga yang memaksa di rumah menggunakan dua mobil. Suami satu untuk berangkat bekerja dan saya satu untuk mengantar-jemput anak sekolah atau keperluan sehari-hari. Saat ini kami sekeluarga tinggal di rumah yang bukan terletak di jalan utama. Butuh 3 menit dengan berkendara atau mungkin 15 menit dengan berjalan kaki dari jalan utama untuk sampai ke rumah. Ketika anak mulai sekolah, saya semakin sering bolak-balik untuk mengantar dan menjemputnya.
Saya masih ingat pelajaran moral yang pernah guru saya ajarkan ketika bangku sekolah, beliau mengatakan yang kira-kira seperti ini intinya, "Ketika kita berkendara, jika melihat orang yang sedang berjalan kaki, boleh kita menawarkan tumpangan apabila searah". Ya, kurang lebih seperti itu yang saya ingat.
Kira-kira 2 tahun yang lalu, ketika berkendara pulang ke rumah, saya melihat segerombolan biarawati yang sepertinya menunggu jemputan atau kendaraan umum. Teringat ajaran sang Guru, dan kebetulan saat itu di dalam mobil hanya saya, Richard dan mbaknya. Masih banyak kursi kosong, jadi saya berhenti dan menanyakan,
"Sus mau kemana?"
"Mau ke Green Garden",
"Naik apa? "
"Ini nunggu taxi."
"Yuk, saya antar!"
Mereka berembuk sebentar, dan mungkin kelamaan menunggu taxi yang tak kunjung tiba, akhirnya suster-suster berdesak-desakan dalam mobil yang kukendarai. Sembari mengobrol dalam kendaraan, akhirnya tiba di Green Garden, dan mereka berterima kasih dan mengucapkan, "Tuhan memberkati". Itu pertama kali saya memberi tumpangan kepada orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Perasaan ringan yang disebut-sebut temanku memang benar adanya, walaupun hanya sesaat.
Pernah suatu siang yang terik ketika melewati daerah Puri, saya melihat satu keluarga (salah satu ibunya menggunakan tongkat) yang berjalan perlahan di pengkolan PX Pavilion (saat ini Mc D) mengarah ke Puri Mall. Sepertinya mereka mencari taxi karena sebentar-sebentar melirik ke belakang. Saya menawarkan tumpangan dan mereka menerima tumpangan saya. Mereka mengatakan cukup sampai di Puri Mall dan dari situ mereka bisa lanjut dengan taxi. Dan ya memang sejauh itu saya mengantar mereka karena tujuan saya juga Puri Mall. Tidak ada hal spesial apapun yang terjadi ketika saya menawarkan tumpangan, obrolan hanya sebatas menanyakan tinggal dimana dan ucapan terima kasih. Itu sudah cukup. Perasaan menjadi ringan? Iya.
Pernah suatu siang yang terik ketika melewati daerah Puri, saya melihat satu keluarga (salah satu ibunya menggunakan tongkat) yang berjalan perlahan di pengkolan PX Pavilion (saat ini Mc D) mengarah ke Puri Mall. Sepertinya mereka mencari taxi karena sebentar-sebentar melirik ke belakang. Saya menawarkan tumpangan dan mereka menerima tumpangan saya. Mereka mengatakan cukup sampai di Puri Mall dan dari situ mereka bisa lanjut dengan taxi. Dan ya memang sejauh itu saya mengantar mereka karena tujuan saya juga Puri Mall. Tidak ada hal spesial apapun yang terjadi ketika saya menawarkan tumpangan, obrolan hanya sebatas menanyakan tinggal dimana dan ucapan terima kasih. Itu sudah cukup. Perasaan menjadi ringan? Iya.
Hal ini mengalir hingga sekarang. Ketika melihat orang berjalan terutama orang tua, saya sering menawarkan tumpangan apabila searah. Banyak reaksi yang saya dapatkan. Ada yang langsung naik ke mobil, ada yang mikir dulu baru naik, ada yang menolak dengan halus atau dengan ekspresi yang tidak yakin terhadap tawaran saya. :) -Jangan-jangan modus kejahatan- (Mungkin begitu pikirnya). Pernah
menawarkan tumpangan kepada bapak-bapak tua, ada yang dari dalam gang
rumah hingga ke jalan raya, ada yang dari belakang Citraland ke halte
busway. Biasanya bapak-bapak hayo waelah, naik tanpa berpikir panjang. Beda dengan ibu-ibu, biasanya yang mikirnya panjang dak tidak jarang berakhir dengan penolakan halus. Hahaha. Wajar saja
sih. Tidak ada salahnya untuk berwaspada. Dulu ketika masih kuliah di Bandung dan sedang menunggu angkot bersama teman
saya dekat Cipaganti, tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan dari balik
jendela seorang pria menawarkan tumpangan. Tetapi karena maraknya
pemberitaan kriminal saat itu, kami menolak dengan halus. So, no hurt feeling ketika saat ini ada yang menolak tawaran saya.
Perasaan ringan yang dikatakan teman saya memang benar adanya. Menuliskan tentang hal ini, saya tidak bermaksud pamer atau apapun, karena yang saya lakukan hanya hal yang kecil - bantuan kecil karena kebetulan searah. Sejujurnya yang tidak ada alasan khusus saya menawarkan tumpangan, hanya membayangkan mungkin ada saat-saat dimana orang tua atau orang yang saya kasihi atau bahkan saya di suatu saat membutuhkan tumpangan, dan akan ada yang memberikan tumpangan (Seperti pengalaman saya sebelumnya). Kalau hujan apalagi, berjalan kaki, ada genangan air, mobil or motor lewat dengan kecepatan
tinggi, alhasil basah seluruh badan. Saya pernah mengalaminya sekujur
tubuh basah semua diciprat genangan air oleh kendaraan yang melaju cepat, padahal saat itu sedang terburu-buru.
Dari pengalaman itu sedapat mungkin ketika hari hujan atau melewati
daerah genangan air, saya berusaha menurunkan laju kendaraan.
Richard sepertinya juga sudah terbiasa jika mamanya tiba-tiba meminggirkan mobil dan menawarkan tumpangan pada orang tak dikenal. Saat menjelaskan kepadanya, saya hanya bilang kasihan Bapak/Ibu itu harus capek jalan di kala siang yang terik atau hujan. Enggak tau deh dia mengerti atau tidak. Menceritakan kepada suami, suami berpesan untuk berhati-hati. Jangan sampai membahayakan diri. Bisa dimengerti.
Richard sepertinya juga sudah terbiasa jika mamanya tiba-tiba meminggirkan mobil dan menawarkan tumpangan pada orang tak dikenal. Saat menjelaskan kepadanya, saya hanya bilang kasihan Bapak/Ibu itu harus capek jalan di kala siang yang terik atau hujan. Enggak tau deh dia mengerti atau tidak. Menceritakan kepada suami, suami berpesan untuk berhati-hati. Jangan sampai membahayakan diri. Bisa dimengerti.
Ingin menjadikan hidup sedikit lebih berarti? Luangkan waktu untuk melihat ke sekeliling. Ladang berbuat baik ternyata bisa dimana saja. Bahkan di jalanan yang sehari-hari kita lewati. Barangkali ada kesempatan berbuat baik. Dan yang mungkin akan menjadikan hidup lebih berarti dengan cara yang tidak biasa. :)
2 komentar:
Hal kecil, tapi memberi kebahagiaan kedua belah pihak
Dewi L : Indeed. sometime, somewhere, something unpredictable can cause good deeds.
Posting Komentar